Tidying Up with Marie Kondo
This is not solely about tidying up method, but it is more about finding yourself again.
Sejujurnya, saya belum membaca bukunya sama sekali; walaupun saya punya. But, I’m glad I found this documentaries series — I’ve been Netflix Documentaries fan since then.
Series Dokumentari ini terdiri dari 8 episod dengan durasi sekitar 40–50 menit. Setiap episodnya bercerita tentang masalah yang berbeda-beda, mulai dari pelajar, keluarga, hingga orang tua.
Menonton series ini kemudian membangkitkan semangat saya untuk melakukan decluttering (lagi). Mengingat lemari saya sudah (kembali) penuh dengan beberapa barang lainnya.
Selain itu, setelah saya menonton series ini, saya merasa bahwa Metode Berbenah atau beres-beres ala Marie Kondo ini bukan hanya tentang berbenah saja. Metode ini bahkan bisa membantu kita untuk mengenali diri sendiri lebih dalam. Bahkan kita bisa mempraktekkan mindfulness ketika melakukan metode ini.
Mungkin ada yang bertanya, “bukankah Metode KonMari ini sama saja dengan gaya hidup Minimalis yang sempat menjadi sebuah tren di kalangan millennials?”. Menurut saya, jawabannya adalah “Tidak, metode KonMari ini tidak sama dengan gaya hidup Minimalis”.
Hmm. Kok bisa begitu? Jadi sebenarnya jika didengar secara konsep, dua hal ini memang mempunyai kesamaan, yaitu kita hanya memiliki atau menyimpan barang-barang yang memang ingin kita bawa terus ke masa depan.”
Tetapi bedanya adalah Gaya Hidup Minimalis adalah tentang mempunyai barang-barang yang esensial saja dengan jumlah yang secukupnya. Sedangkan Metode KonMari, kamu bisa menyimpan barang-barang yang memberikan kamu kebahagiaan, bukan kenangan yang bahagia tetapi benar-benar kebahagiaan atau kesenangan saat kamu mengenakan atau memegang barang tersebut.
Perbedaan dari dua metode ini terlihat pada jumlah barang-barang yang disimpan nantinya. Jika penganut Gaya Hidup Minimalis biasanya mempunyai barang-barang dalam jumlah yang cukup dan bisa dikemas dalam 1 koper sedang. Maka pelaku Metode Marie Kondo bisa saja masih mempunyai baju dalam satu buah lemari besar, yang belum tentu muat jika dimasukkan dalam 1 buah koper.
Nah, tentang Metode KonMari, metode ini adalah metode berbenah dengan menempatkan barang-barang sesuai dengan kategori yang ada, yaitu
- Clothes / Pakaian; ini termasuk dengan sepatu, topi, tas dan aksesoris pakaian yang kita punya.
- Books / Buku
- Documents / Dokumen dan Kertas-Kertas
- Komono / Barang-barang lainnya yang ada di rumah.
- Sentimental Things / Barang-barang yang mempunyai ikatan emosional dengan kita.
Bagi saya, yang menarik dari metode Mari Kondo ini adalah semua barang yang kita miliki itu harus bisa terlihat dan terjangkau oleh mata kita. Seakan mengingatkan bahwa yang bisa kita kontrol dalam hidup ini adalah yang ada di depan mata dan yang kita sadari keberadaannya. Bagi saya, ini adalah sebuah wake-up call untuk fokus terhadap apa yang ada saat ini.
Berbenah dengan Metode KonMari ini mengajarkan saya tentang berbenah diri, dan bagaimana saya bisa mengontrol diri saya sepenuhnya. Tidak hanya itu, saat berbenah saya malah merasa lega, lebih ringan, dan tidak menyesal membuang atau memberikan barang-barang yang saya punya.
Hal ini sebenarnya cukup mengejutkan. Karena saya termasuk orang yang sangat suka menyimpan barang-barang, terutama yang merupakan hadiah atau mempunyai kenangan tersendiri. Setiap barang itu menjadi sebuah memento bagi saya, tetapi setelah saya mengecek isi lemari saya, hampir 30% isinya adalah memento. Barang-barang saat saya kuliah, catatan ketika saya SMA, kertas dokumen saat saya wisuda, baju pertama kali kuliah, dan masih banyak lagi. Yang membuat saya berpikir, “Ternyata saya ini orangnya masih sangat terikat dengan masa lalu, ya?”. Barang-barang tersebut hanya tersimpan rapi, tidak digunakan, memenuhi lemari.
Metode KonMari mengajarkan saya untuk menjaga hal-hal yang memang berharga untuk saya. Menjaga barang-barang yang memang saya suka dan akan saya pedulikan. Karena, nyatanya kalau kita tidak menyukai barang tersebut, tentu saja barang itu tidak akan dipakai, bukan? Tetapi, saya malah memilih untuk menyimpan barang-barang tersebut karena berpikir sudah mengeluarkan uang untuk membelinya, padahal dengan menyimpan barang tersebut, membuat saya perlahan-lahan melupakan barang tersebut.
Tak hanya itu, saya juga belajar bahwa saya harus bersyukur dan tidak take things for granted terhadap apa yang saya punya saat ini.
Memang sih, saat ini saya masih pemula sekali dalam praktik metode KonMari ini, tetapi saya senang saya bisa membuat progress untuk diri saya sendiri. Setidaknya, lemari saya sudah tidak lagi berantakan hanya karena baju-baju yang bertumpuk , dan buku-buku yang saya punya mudah untuk ditemukan.
Ah, nggak nyangka ternyata bermula dari nonton Dokumenternya Netflix, saya malah bisa belajar tentang skill yang cukup penting. Skill berbenah sekaligus mengenali diri sendiri. Rasanya seperti pepatah saja, “Sekali dayung, dua sampai tiga pula terlampaui”.
Setelah membaca tulisan saya ini, apakah kamu tertarik untuk menonton seriesnya?