“Selesai” dan Kenapa Film ini Berasa Nggak Selesai
Sebuah reviu film ala-ala dan tumpahan isi kepala saya sendiri.
Pertama kali tahu film ini gegara teasernya masuk explorer di IG, lalu dikasih tahu sama temen kantor kalau dia pengen nonton ini film karena “katanya bagus dan banyak yang reviu”.
Sejujurnya, awalnya saya nggak pengen nonton. Karena dari teasernya aja saya nggak terlalu suka sama konflik yang dibawa. Selingkuh, orang ketiga, rumah tangga yang nggak baik-baik saja. *Entah kenapa, sebagai orang yang belom nikah, saya nggak pengen banyak-banyak mengkonsumsi konten-konten terkait hal kek gini; bikin parno sendiri soalnya.
Tapi, ujung-ujungnya tetep aja, saya memutuskan untuk membeli tiketnya. Karena setelah membaca premis-nya, dan melihat trailernya, ternyata saya penasaran juga sama gimana sih alur filmnya, apakah akan se-klise cerita rumah tangga dan perselingkuhan pada umumnya?
Dan setelah menghabiskan 1 setengah jam menonton film ini, saya malah ngerasa kesel sendiri dan sedikit menyesal kenapa nonton film ini. Wkwkwkwk.
Sebagai orang yang lebih mentingin alur cerita saat nonton, ternyata ekspektasi saya terhadap film ini terlalu tinggi. *Emang susah ya bun, kalau udah ngasih ekspektasi tinggi gegara banyak nama besar yang hadir di sini, kek Gading, Ariel Tatum, Tika Panggabean, dan Tompi.
Kenyataannya, saya kurang suka sama alur ceritanya dan greget (kzl) sama akhir dari film ini sendiri. Konflik di film ini tuh di titik beratkan pada komunikasi antar pasangan dan rasa cinta yang ternyata bisa pudar seiring waktu.
Tapi, entah kenapa, rasanya film ini tuh nggak benar-benar selesai, setelah dengan apiknya membangun konflik yang ada, dan mulai membuka satu persatu rahasia. Eh, ujungnya berasa kentang banget, kek udah siap dapet kejutan yang WAH tau-tau isinya ZONK. :’)
What makes me mad more is…
Entah kenapa film ini rasanya terlalu menyudutkan perempuan ketika terjadi perselingkuhan dalam rumah tangga. Yang saya tangkap dari film ini adalah, cowok selingkuh itu gapapa, dan yang kalau cewek selingkuh itu baru kenapa-napa.
Film ini menggambarkan bahwa, ketika cewek dapat luka emosional dari pasangannya, yang bertanggung jawab sepenuhnya menanggung luka dan berusaha sembuh ya hanya si cewek aja. Pasangannya nggak perlu ngerasa bersalah, apalagi bertanggung jawab membantu untuk menyembuhkan luka tersebut.
Yang paling ngeselin adalah penyelesain konflik yang terlalu biasa banget, bahkan terasa nggak kelar. Buat saya, meninggalkan Ayu untuk dirawat di Rumah Sakit Jiwa akibat depresi adalah bukan penyelesaian yang tepat dari konflik panjang dan melelahkan ini.
Saya sampe berpikir, apakah scene terakhir ini dibuat biasa saja karena memang terpotong dengan waktu penanyangan? Tapi, kalau misalnya ditambah 5 menit lagi, saya nggak keberatan kok kalau memang bisa dapat anti-klimaks dan penyelesaian yang lebih baik lagi.
Tapi, dari segi sinematografi, saya akui film ini punya sinematografi yang apik. Pengambilan gambarnya tuh bisa banget nyampein emosi yang ada. Kerasa aja gitu emosinya dapet, dari yang senang, curiga, bosan, dan marah.
Saya pribadi suka sama sinematografi dan tone warnanya yang konsisten. Tone warna yang digunakan kebanyakan adalah tone warna sephia, dan saya rasa tone warna mewakili perasaan yang ada; perasaan curiga dan nggak nyaman.
Lalu, menurut saya film ini sangat tertolong sama aktingnya ARIEL TATUM! Hats off buat Ariel Tatum yang bisa bawa karakter Ayu segitu dalam dan seperih itu.
Pokoknya, selama nonton nih film, sebagai perempuan saya cuman pengen peluk dan puk-puk Ayu. Dia dengan sabarnya ngadepin kelakukan Broto yang selingkuh terang-terangan, dan akhirnya meledak minta cerai karena udah nggak tahan. Eh, ujung-ujungnya malah jadi karakter yang disalahin sampe akhir. Malah nggak diperlakukan dengan baik, pula. *Rasanya ingin ku “HIH!” si Broto, Anya, dan mamak mertuanya Ayu. :’)
Apalagi narasi Ayu di akhir film, “Aku cinta kamu Broto, dulu, sekarang, dan selamanya.” — yang saya bales dengan, “Ya ampun Yu, Broto yang kek gitu ngapain sih kamu cintai seumur hidup, cari yang lain aja gimana, Yu?” :’)
Overall, rating buat film ini tuh kisaran 6,5/10 sih buat saya.
Yang saya suka dari film “Selesai” ini adalah sinematografi, tone warna, dan akting Ariel Tatum yang keren banget!
Yang saya nggak suka adalah anti-klimaks dan penyelesainnya yang berasa “nggak selese” dan terlalu biasa aja.
Bakalan di rewatch lagi? Obviously, No! Wkwkwkwk. Keknya saya lebih milih buat nyari film lain yang bisa saya tonton.
Sekian review ala-ala dari saya, terima kasih sudah mau baca sampai akhir ini. — Neila